Dengan Fintech Keunggulan Keuangan Syariah Lebih Terasa

 

Oleh : Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg, CIRB

Tak dipungkiri, saat ini ada kekecewaan terhadap keuangan syariah di sebagian masyarakat Indonesia. Dalam artikel  Bank Syariah Mau Maju Pesat? Kaafah Jawabannya! (Republika.co.id tanggal 18 Apr 2017) yang ditulis oleh Dr Murniati Mukhlisin, MAcc, bentuk kekecewaannya diantaranya adalah dengan adanya pernyataan bahwa bank syariah dan konvensional sama saja.

Atas hal tersebut, sosialisasi keuangan syariah memang perlu ditingkatkan, namun tak cukup hanya itu, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) harus melakukan perbaikan agar perbedaan dan keunggulannya tidak hanya benar-benar ada, namun benar-benar bisa dipahami dan dirasakan masyarakat. Kabar gembiranya, dengan perkembangan teknologi digital pada sistem keuangan yang disebut dengan financial technology (fintech) hal tersebut menjadi mungkin.  Sebagai catatan, penggunaan kata fintech di sini adalah dalam arti luas (sebagaimana definisi Bank Indonesia), bukan semata pinjaman online yang sering disempitartikan sebagai fintech.

Katanya Syariah Kok Tidak Berbagi Hasil ?

Saat ini, mayoritas akad yang digunakan oleh Perbankan Syariah adalah murabahah yang merupakan salah satu akad dari kelompok akad jual beli. Data OJK untuk Juni 2019, penyaluran pembiayaan akad murabahah tercatat sebesar Rp 154,51 triliun, sementara total penyaluran pembiayaan bank syariah Rp 320,67 triliun.

Secara sederhana proses pada kelompok akad jual beli, LKS membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah, kemudian LKS kembali kepada nasabah yang pembayaran dari nasabah kepada LKS secara mengangsur. Pada akad ini, LKS mendapatkan keuntungan dari harga jual dikurangi harga beli. Dengan demikian, pada jenis akad ini :

  1. keuntungan yang diterima LKS nominalnya sudah ditentukan di awal akad
  2. nominal keuntungan yang diterima LKS tetap dan tidak tergantung kondisi usaha debitur pembiayaan.

Dua karakteristik tersebut bertolak belakang dengan

karakteristik akad keuangan syariah yang lain, yakni akad kerjasana – bagi hasil yang sudah terlebih dahulu populer di masyarakat.  Di kebanyakan masyarakat, keuangan syariah identik dengan bagi hasil bahkan ada persepsi bila tidak bagi hasil berarti bukan keuangan syariah.

Perhatikanlah artikel-artikel ataupun berita-berita di beberapa portal berita mainstream seperti kompas.com, tempo.co, detik.com, tirto.id ataupun portal keuangan seperti shopback.co.id, cermati.com dan sebagainya yang umumnya menjelaskan bahwa pembeda keuangan syariah dengan konvensional adalah bagi hasil.  Sebagai contoh adalah pada artikel  di www.shopback.co.id, Ini 6 Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah yang Perlu Kamu Tahu, hanya dijelaksan bahwa pembedanya adalah pengambilan keuntungannya secara bagi hasil, dan tidak dijelaskan bahwa ada akad lain yang bentuk pengambilan berbentuk margin atau ujroh yang karakteristiknya sebagaimana dijelaskan pada uraian sebelumnya.

 

Jual Beli, kok Terima Uang ?

Ketika kepada masyarakat sudah dijelaskan bahwa akad yang digunakan tidak berbasis bagi hasil namun jual beli, persepsi di sebagian masyarakat masih tetap bahwa LKS sama saja dengan LKK karena di mayoritas LKS, pelaksanaan akad jual masih dengan menyerahkan dana kepada debitur. Pertanyaan kritisnya “Katanya jual beli, kok saya terima uang bukan barang ?”.

Bahkan beberapa ahli muamalah, mengkritik keras praktek tersebut, diantaranya adalah Dr. Erwandi Tarmizi melalui artikelnya di www.pengusahamuslim.com dengan judul Murabahah Bank Syariah 100 Persen Riba! Atas praktek ini pulalah yang menjadi salah satu pemicu berkembangnya komunitas bernama anti riba, yang juga ternyata anti bank syariah.

Sebenarnya praktek akad jual beli, di mana debitur menerima uang dari LKS dan bukannya barang, dibolehkan oleh syariah sebagaimana fatwa DSN MUI nomor 04/DSN-MUI/IV/2000. Pada mekanisme ini, LKS menitipkan uang kepada debitur untuk membeli barang sesuai kebutuhan debitur atas nama LKS. Setelah barang tersebut dibeli atas nama LKS kemudian dibeli oleh debitur. Akad mewakilkan (menitipkan uang) pembelian barang oleh LKS kepada debitur disebut dengan wakalah.

Mekanisme wakalah inilah yang menimbulkan persepsi tidak syariahnya LKS.  Penghilangan mekanisme wakalah bisa menghilangkan salah persepsi tersebut, namun saat ini mayoritas LKS menggunakan akad wakalah karena pelaksanaannya lebih mudah dan debitur akan mendapatkan barang yang sesuai dengan kebutuhannya.

Alhamdulillah, dengan kemajuan intech memungkikan adanya solusinya sehingga pelaksanaan akad jual beli LKS bisa tanpa wakalah namun (1) pelaksanaannya mudah (2) nasabah bisa memilih barang yang akan dibeli sesuai kebutuhannya.

 

Tanpa Wakalah Dengan Fintech

Pada LKS, ketika seorang calon debitur mengajukan permohonan pembiayaan untuk membeli atau pengadaan barang, ia harus membuat daftar barang dan harga yang ia butuhkan. Pada cara lama, hal ini dilakukan dengan menulis daftar barang pada form yang disediakan oleh LKS. Dengan mengoptimalkan fintech, debitur cukup mengklik pilihan toko dan pilihan barangnya baik melalui suatu aplikasi yang dibuat khusus oleh LKS ataupun pada aplikasi marketplace yang sudah ada seperti shopee, bukalapak, tokopedia dan sebagianya ataupun toko-toko online. Selanjutnya supplier mengirim barangnya langsung kepada debitur.

Dengan penggunaan teknologi digital maka perbedaan dan keunggulan keuangan syariah dapat dirasakan oleh debitur karena :

  1. Yang diterima debitur adalah barang bukan uang.
  2. Barang yang dibeli oleh debitur akan tepat sesuai rencana pengajuan debitur (akad) atau terhindarinya penyalahgunaan penggunaan dana dari LKS.

Perbandingan alur proses akad jual beli dengan wakalah vs tanpa wakalah menggunakan financial technology (fintech)

LKS sebaiknya memiliki kemitraan dengan para supplier. Dengan demikian, segala kebutuhan nasabah  bisa dipenuhi dan pilihannya pun banyak. Selain itu, dengan adanya kemitraan dengan banyak supplier, LKS bisa mendapatkan discount harga. Dengan adanya discount dari supplier maka harga beli yang diterima oleh debitur bisa lebih murah.

Dengan demikian, melalui pengoptimalan teknologi digital, selain bisa melaksanakan akad syariah yang lebih sempurna, perbedaan dan keunggulannya pun dapat dirasakan oleh masyarakat secara lebih luas.

Optimalisasi teknologi digital bisa dengan menggunakan marketplace yang sudah ada, bisa juga dengan aplikasi yang dikembangkan sendiri oleh LKS. Dengan mengembangkan sendiri aplikasinya, maka keseluruhan proses mulai pengajuan aplikasi hingga pembayaran angsuran, bisa menggunakan aplikasi milik LKS.

Semoga artikel ini bisa lebih memacu lagi para pihak yang terkait dengan keuangan syariah, terutama pada pengambil kebijakan, ulama, akademisi dan praktisi untuk lebih mengoptimalkan penerapan teknologi, khususnya teknologi digital, agar lebih banyak ummat lagi ummat manusia merasakan manfaat keuangan syariah.